Subscribe by RSS RSS Icon
Follow me on Twitter Twitter Icon

flu burung meresahkan masyarakat

tema : manusia dan kegelisahan

Pengamat sosial-ekonomi John Palinggi mengatakan, publikasi kasus penyebaran virus flu burung sangat meresahkan masyarakat. Peternak dan pengusaha ayam ternak serta bisnis restoran yang mengonsumsi daging ayam mengalami kerugian besar, karena masyarakat ragu-ragu mengkonsumsi daging ayam. “Saya tidak tahu, sebetulnya apa mau kita ini,” ujar John Palinggi ketika dihubungi Suara Karya di Jakarta, Jumat (23/9) lalu. “Pernyataan pejabat dan publikasi mengenai flu burung, saya pikir, cukup meresahkan, bahkan cukup menghebohkan.”

Menurut John, banyak orang memiara ayam, burung puyuh dan beternak hewan lainnya. Usaha ini sangat positif karena mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Usaha sektor riil yang cukup menguntungkan ini sudah seharusnya perlu terus dilestarikan.
Namun, begitu muncul berita seseorang (dan beberapa lainnya) meninggal di rumah sakit, lalu dipublikasi secara besar-besaran sebagai terserang flu burung, masyarakat menjadi ragu untuk mengkonsumsi daging ayam. Akibatnya, yang mengalami kerugian besar adalah peternak dan pengusaha ayam serta bisnis-bisnis yang terkait dengan daging ayam. Dapat dipastikan, pengangguran pun makin bertambah.
“Mestinya dijelaskan bahwa di dunia ini baru seratus tiga belas orang yang meninggal karena flu burung. Di Indonesia hanya beberapa orang (belasan lainnya dirawat),” kata John Palinggi. “Tapi ini sudah dianggap sebagai ancaman nasional yang sangat membahayakan negara. Apa ini tidak meresahkan masyarakat?” ujarnya tandas.
John Palinggi menilai, penetapan status KLB nasional termasuk di Ibukota Jakarta oleh pemerintah terlalu tergesa-gesa meski sudah ada rujuan dari WHO (Badan Kesehatan Dunia). Penetapan status KLB nasional flu burung dilakukan dengan alasan karena kalau sebelumnya kasus flu burung hanya teridentifikasi di satu titik, sekarang sudah ada di dua titik. Penentuan status KLB nasional flu burung dimaksudkan untuk meningkatkan agresivitas penanganan kasus penyakit tersebut.
“Memang, di koran bisa kita baca, ada korban meninggal, orang Tangerang dan Jakarta Selatan, konon akibat terinfeksi virus flu burung. Tapi publikasinya terlalu berlebihan, sepertinya firus flu burung itu sudah menjangkiti seluruh masyarakat Jakarta. Itu membuat resah masyarakat,” katanya pula.
Nyatanya, penetapan Kota Jakarta dalam KLB flu burung mengundang reaksi protes. Gubenur DKI Jakarta Sutiyoso mengatakan, penetapan KLB flu burung seharusnya merupakan hasil konsultasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat. “Mendengar pernyataan-pernyataan seperti itu, masyarakat tentu bingung, dan mengundang tanda tanya,” kata John.
Menurut John Palinggi, pemerintah perlu meneliti secara seksama bahwa ayam dan burung yang mati benar-benar terserang virus flu burung atau karena penyakit lain. “Jangan-jangan, makanan ayamnya yang bikin ayam mengantuk. Atau mungkin, makanan ayamnya mengandung racun. Semua mesti diteliti dengan baik, dan hasilnya diinformasikan secara benar,” tuturnya.
Kalau mengirim samplenya ke Hongkong, tambahnya, jawabannya hampir bisa dipastikan positif. Jawaban dari Hongkong itu sangat mungkin bukannya tanpa tujuan-tujuan bisnis. Artinya, bukan tidak mungkin nanti akan didatangkan vaksin dari HongKong, atau untuk tujuan-tujuan ekonomi lainnya.
Kalau ada yang meninggal karena terkena virus flu burung, sang pasien harus dirawat dengan baik sampai sembuh.
Secara khusus John menyayangkan penutupan Kebon Binatang Ragunan yang dampaknya sangat meresahkan masyarakat. Padahal untuk menghindarkan kepanikan masyarakat, penutupan Bonbin Ragunan bisa dilakukan tanpa publikasi berlebihan.
Menurut John, mesti dicermati apakah pegawai atau karyawan sudah ada yang meninggal karena flu burung. Bagaimanpun Bonbin Ragunan merupakan balai konservasi. Mestinya para petugasnya lebih tahu cara mendeteksi dan mengatasi penyakit hewan, termasuk flu burung. “Kalau virus tersebut sangat berbahaya, tentu sudah banyak peternak atau pegawai Ragunan yang meninggal. Nyatanya kan tidak begitu? Tidak ada tukang ayam atau pegawai yang kerjanya membersihkan kotoran ayam yang meninggal,” katanya.
John Palinggi mengingatkan, harus dihindari berbagai isu yang cenderung meresahkan masyarakat. Bagaimanapun penanggulangan isu memerlukan biaya yang sangat mahal. Uang negara pun tersedot karena anggaran yang seharusnya untuk kebutuhan lain terpaksa disalurkan untuk mengatasi isu tersebut. Dampak lebih serius, ekonomi rakyat bisa terancam ambruk.
Sebagai gambaran, untuk mengatasi kasus flu burung yang mencuat di media massa, Juli lalu, pemerintah menetapkan anggaran penanganan sebesar Rp 158 miliar. Tapi dengan kian berkembangnya kasus flu burung kali ini yang menjadi berskala nasional, dibutuhkan lebih banyak lagi dana untuk pencegahan penyebaran virus flu burung di daerah-daerah.
Dari laporan terakhir, Depkes telah menyiagakan 44 rumah sakit rujukan untuk kasus kejangkitan flu burung ini, di samping telah menyiapkan laboratorium di delapan provinsi. “Saya kira, kita mesti cerdas menyikapi kebijakan tersebut. Pertanyaan saya, tidak adakah masalah yang lebih penting dan perlu mendapatkan dana besar daripada kasus flu burung? Di tengah krisis, kita mesti hati-hati menggunakan anggaran yang sudah sangat terbatas itu,” kata John. (Bambang Soepatah)

sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=122380

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright Info.

Nulla enim nibh, conse ctetuer sed, vesti bulum eleme ntum, sagittis nec, diam. Mauris blan dit vehi cula neque. Read More

XHTML/CSS validations
Valid XHTML 1.0 Transitional Valid CSS!